Monday, August 3, 2015

Jabatan
Jabatan merupakan suatu persoalan besar yang akan menjadi bahan pertanggung jawaban di akhirat kelak. Karena itu, tidak sepantasnyalah kita mengejar jabatan dengan segala cara. Namun, apabila di kemudian kita diberi jabatan, maka itu harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya dan dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat.


Dipersinggahan suatu perjalanan Nabi SAW meminta sahabat-sahabatnya menyiapkan makanan dengan menyembelih seekor kambing. Seketika iti di beberapa orang dari sahabat itu berkata, “Wahai Rasulullah, saya yang akan menyembelih kambing”. Yang lain mengatakan, “Saya yang akan mengulitinya, aku yang memasaknya,” sahut sahabat yang lain tidak mau ketinggalan berbakti kepada beliau.

Nabi tersenyum mendengar perkataan dan kesediaan para sahabat itu. Lalu beliau berkata, “aku yang akan mengumpulkan kayu bakarnya.” Mendengar perkataan beliau, hampir serentak para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, sudahlah engkau tidak usah bekerja”.

Nabi langsung mengatakan, “Aku tahu kalian akan mencukupiku, tetapi aku membenci bila aku dilebihkan di antara kalian. Sesungguhnya Allah membenci hamba-Nya yang menginginkan diperlakukan istimewa di antara sahabat-sahabatnya”.

Demikianlah seorang pemimpin seharusnya. Setiap pemimpin perlu, bahkan harus meneladani kepemimpinan Nabi SAW. Meski sebagai pemimpin, bahkan sebaik-baiknya manusia, beliau selalu berusaha populis, merakyat.

Juga, sebagai pemimpin beliau tidak hanya sebagai pemegang komando, “tukang perintah”, tetapi beliasu turut serta bekerja, berbaur bersama rakyatnya. Diantaranya terbukti beliau selalu hadir berperang bersama kaum Muslimin pun beliau tidak malu ikut mengangkat batu, menggalu parit, ketika terjadi pada perang khandak.

Selain itu, beliau menjauhkan sikap otoriter. Beliau sering berdialog atau bermusyawarah dengan pengikutnya, menerima masukan atau ide dari bawahannya, seperti ide siasat pada perang khandak.

Oleh karena itu, menurut Abbas Mahmud Aqqad dalam bukunya Abqariah Muhammad SAW, di antara keistimewaan kepemimpinan Nabi SAW adalah beliau sangat menyayangi dan mengayomi orang lemah atau fakir miskin, dan populis. Beliau tidak segan atau tidak malu-malu mengayomi, bergaul dengan kalangan kelas bawah, wong cilik.

Dalam suatu riwayat disebutkan beliau dengan senang hati makan bersama pembantunya, duduk-duduk, berbicara dengan budak-budak. Bahkan beliau menyatakan bahwa siapa yang tidak menyayangi orang-orang lemah, itu berarti di luar golongannya. Seperti disebutkan dalam sabdanya, 

“Barangsiapa tidak menyayangi orang-orang lemah di antara kita dan tidak mengetahui hak orang-orang terhormat di antara kita, maka bukan termasuk golongan kami”.

Sikap-sikap kepemimpinan Nabi SAW itulah, di antaranya, yang menjadikan beliau sangat dicintai dan dihormati rakyatnya. Karena itu pemimpin yang ingin dicintai dan dihormati rakyatnya hendaknya memperhatikan wong cilik, populis, berbaur, dan tidak otoriter, dalam mengambil keputusan dan sudah seharusnyalah mengikuti konsep kepemimpinan Rasulullah SAW.

Hakekat Jabatan

Kepemimpinan erat kaitannya dengan jabatan. Dalam hal ini, suatu ketika, Abdurrahman bin Samurah diberi wasiat oleh rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah sekali-sekali kamu meminta jabatan atau kekuasaan. Karena, jika engkau memperolehnya karena sebab meminta, maka engkau akan menanggung beban yang begitu berat. Tapi, jika ia engkau peroleh bukan karena engkau memintanya, maka engkau akan dibantu Allah dalam melaksanakannya”. (HR. Abu Dawud).

Benar adanya, jabatan atau kekuasaan, baik di pemerintahan, lembaga atau bahkan di organisasi adalah salah satu kenikmatan duniawi yang sering membuat orang silau. Banyak yang bermimpi mendapatkannya, meskipun harus menempuh cara-cara negative yang dilarang agama.

Dalam konteks ini, ada 2 (dua) prototype orang. Yakni :
  1. Pertama, orang yang menggunakan segala macam cara guna meraih jabatan, meskipun mungkin merugikan diri sendiri maupun orang lain. Bagi orang seperti ini, jabatan adalah segalanya, karena ia dapat memberikan kenikmatan yang luar biasa besarnya.
  2. Kedua, orang yang melihat ‘biasa saja’ terhadap jabatan, karena ia tahu jabatan atau kedudukan adalah tanggung jawab yang mesti dijaga sebaik mungkin. Untuk itu, ia akan berusaha semaksimal mungkin menggunakan jabatan itu untuk menciptakan kemaslahatan, tidak hanya untuk dirinya tapi juga unutk orang lain.
Dalam hal ini, agama sangat mengecam model orang yang ambisius terhadap jabatan. Jabatan yang mereka peroleh justru akan memberikan banyak kemudlaratan bagi orang lain ketimbang kemaslahatan. Model ini juga meniscayakan adanya banyak kecurangan dan ketidakjujuran yang berujung pada penggerogotan atau penyalahgunaan jabatan itu, demi meraih keuntungan pribadi semata. Jabatan bagi model ini adalah sebuah tujuan final yang harus diambil selagi sempat. Penghambaan terhadap jabatan, dengan demikian menjadi inti dari segala gerak hidupnya.

Yang ideal adalah model kedua, yang justru jarang sekali kita temukan dalam kehidupan saat ini. Karena, ia meniscayakan adanya kejujuran, komitmen, kapabilitas, dan kesadaran akan tanggung jawab dalam menjalankannya. Di matanya, Jabatan Sebagai Anugerah Sekaligus Amanah, yang mesti disyukuri dalam bentuk kerja riil dan jelas, bertujuan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat.

Contoh, model ini banyak kita temukan pada pribadi para sahabat Nabi SAW, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab, ketika mereka dilantik secara aklamasi oleh umat Islam menjadi khalifah. Mereka justru menangis, bukannya gembira karena mereka tahu bagaimana beratnya memegang sebuah jabatan.

Jabatan, dengan demikian sesungguhnya bukanlah ‘arena permainan’ yang dapat diraih denga berbagai macam cara dan diselewengkan secara tidak bertanggungjawab. Jabatan merupakan suatu persoalan besar yang akan menjadi bahan pertanggung jawaban di akhirat kelak. Karena itu, tidak sepantasnyalah kita mengejar jabatan dengan segala cara. Namun, apabila di kemudian kita diberi jabatan, maka itu harus dikerjakan dengan sebaik-baiknya dan dipertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat.

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Video

Our Facebook Page